BURONAN NO 1 DI INDONESIA NIH GAN,BAHKAN MUNGKIN DUNIA



Eddy Tansil

Tan Eddy Tansil alias Tan Tju Fuan( menurut nama di
paspornya ), kelahiran Ujungpandang, 2 Februari 1934, Tapi
semua koran mengutip: Eddy Tansil, terlahir Tan Tjoe Hong, 2
Februari 1953.
Jika ada penobatan manusia yang bisa menghilang tanpa
terdeteksi, mungkin Eddy Tansil lah yang patut mendapatkan
penghargaan itu. Sejak menjadi buron tahun 1996, hingga kini
keberadaannya tidak pernah tercium oleh hidung penegak
hukum negara manapun. Secuil informasi pun tidak pernah
diterima penegak hukum Indonesia.
Buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI),
Sherny Kojongian telah berhasil ditangkap berkat laporan
interpol Rabu (13/6) lalu. Sherny adalah salah satu dari belasan
buron BLBI yang berhasil ditangkap setelah kabur 10 tahun
yang lalu.
Lalu, bagaimana dengan Eddy Tansil? Buron yang berhasil
membawa kabur kredit senilai Rp 1,3 triliun yang dikucurkan
Bank Bapindo kepada kelompok usahanya, Golden Key
Group, ini berhasil kabur dari LP Cipinang bulan Mei 1996
silam. Waktu itu, Pengadilan Jakarta Pusat menghukum Eddy
20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti
Rp 500 miliar dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun.
Dengan adanya kejadian itu, sekitar 20 orang petugas penjara
Cipinang diperiksa karena diduga membantu kelolosan Eddy.
Setelah itu, Eddy hilang tanpa jejak.
Sementara, negarapun amat susah untuk menyita aset Eddy di
Indonesia sebagai 'pembayaran' atas kerugian negara akibat
uang yang digondolnya. Menurut pemberitaan media pada saat
itu, harta kekayaan Eddy sangat susah ditaksir. Pasalnya, tidak
semua hartanya diaku dengan nama dia di atas surat legal.
Contohnya aset tanah seluas 8.000 meter persegi di
Pademangan, kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Tanah ini
termasuk aset yang harus disita. Tapi upaya ini menemui
ganjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adik Eddy Tansil
yang bernama Hartono Hadisurjo melalui verset membantah
bahwa tanah itu milik Eddy tapi miliknya atas nama PT Graha
Mega Pratama. Dan adik Eddy itu menang.
Meski begitu, dari perkara Eddy Tansil ini pihak Kejaksaan
Agung bukan berarti tak berhasil menyita apa pun. Selama
tahun 1996, Kejaksaan Agung telah berhasil menyita sejumlah
aset Eddy Tansil dan diserahkan kepada Bapindo. Pada tanggal
12 Maret 1996, misalnya, Kejaksaan Agung menyerahkan
uang kontan sejumlah sekitar Rp 46,3 miliar dan USD 2.882.
Tak dijelaskan oleh Kejaksaan Agung, uang milik Eddy ini
disita dari mana. Tiga hari berikutnya, 15 Maret 1996,
menyusul diserahkan aset berupa tiga pabrik. Yakni, pabrik PT
Graha Swakarsa Prima yang menguasai aset berupa lahan
164.927 meter persegi di kecamatan Bojonegara, Serang, Jawa
Barat; pabrik PT Pusaka Warna Polyprophylene yang memiliki
aset lahan seluas 99 ribu meter persegi, juga di kecamatan
Bojonegara, Serang; dan pabrik PT Materindo Supra Metal
Works yang luas tanahnya 51.255 meter persegi di Gunung
Putri, Cibinong.
Setelah itu, keberadaan Eddy Tansil pun simpang siur. Mulai
dari kabar bahwa dia menjalani bisnis bir di China pun
terhembus di Indonesia. Kabarnya, dia telah menjalankan
pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer
Company di kota Pu Tian, Fujian, China di tahun 1999. Pada
saat internet merupakan barang yang luar biasa, penyelidikan
mengenai keberadaan bir tersebut di China menjadi heboh.
Salah satu aktivis peduli harta negara berhasil membuktikan
bahwa perusahaan itu memang ada. Namun perkara pabrik itu
milik pria kelahiran 2 Februari 1959 itu apa bukan, belum bisa
dikonfirmasi.
Tahun 2007, nama Eddy Tansil sempat tersentil. Pusat
Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dikabarkan
mendeteksi adanya transaksi keuangan dari Eddy Tansil.
Namun, pernyataan ini dibantah oleh Ketua PPATK saat itu,
Yunus Husein. Meski begitu, Tim Pemburu Koruptor yang
dibentuk tahun 2004, berencana untuk memburu kembali Eddy
Tansil. Namun, hingga detik ini, tidak ada kabar dari pria yang
juga bernama Tan Tjoe Hong itu.
Mungkin jika Eddy mau bermanis-manis di hotel prodeo
Cipinang, lebih dari enam tahun lalu dia sudah bisa menghirup
udara bebas. Namun dia memilih untuk kabur. Namun yang
patut dipertanyakan bukan itu, di tengah teknologi yang
semakin canggih dan terbukanya informasi di seluruh dunia,
apa yang membuat penegak hukum Tanah Air tidak jua
mengendus keberadaan koruptor legendaris itu?