Kemiskinan akut bisa membuat siapa saja berbuat nekat, bahkan cenderung berbuat di luar batas norma-norma sosial.
Setidaknya, itu yang tergambar dalam kehidupan gadis-gadis belia sebuah desa di Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Para orangtua di kampung tersebut, rela menjadikan anak gadisnya yang seharusnya duduk di bangku sekolah menjadi pekerja seks komersial (PSK).
Bahkan, ada pula gadis yang melakoni pekerjaan tersebut atas izin orangtuanya sejak bersekolah di SMP. Tragisnya, keperawanan mereka hanya dihargai satu unit sepeda motor.
Seperti yang dilakukan Yona (bukan nama sebenarnya). Di usianya yang masih belia, 16 tahun, siswi kelas XI sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Subang ini sudah terbiasa menemani laki-laki hidung belang yang datang ke kampungnya.
Keputusan Yona terjun menjadi gadis penghibur dilakukan saat ia masih duduk di kelas X SMA. Bagi Yona, menjadi gadis penghibur sebenarnya mimpi buruk. Tetapi apa daya, keinginannya untuk bisa hidup senang dengan berlimpah uang telah menariknya dengan kuat untuk menjadi gadis penghibur.
Apalagi sejak beberapa tahun terakhir kehidupan ekonomi keluarganya sangat buruk. Sejak ayahnya tidak lagi menjadi tukang ojek dan ibunya tak menjadi buruh tani, Yona jarang mendapatkan uang jajan.
"Tidak ada yang memaksa. Neng begini atas inisiatif sendiri," kata Yona ketika ditanya apakah ada paksaan dari keluarga atau orang-orang tertentu ketika ia memilih menjadi gadis penghibur.
"Teman-teman neng malah sudah sejak SMP mereka menjalani profesi seperti ini. Neng lihat, mereka pada senang hidupnya. Uangnya banyak. Bisa beli motor sendiri."
Social Plugin