Seseorang dikatakan kecanduan seks jika memiliki dorongan seksual tanpa
henti dan di luar kendali. Gangguan ini lebih akrab disebut dengan
istilah hiperseks. Perilaku apa sajakah yang paling akrab menyertai
gangguan kejiwaan ini?
Rory Reid dari University of California,
Los Angeles melakukan penelitian untuk mendedah gangguan kejiwaan ini.
Penelitiannya tidak berupaya untuk mengkategorikan perilaku seperti
banyak bercinta atau menonton pornografi ke dalam gangguan jiwa, tapi
ingin memahami seperti apakah karakteristik hiperseks sebenarnya.
Dalam
laporan yang dimuat Journal of Sexual Medicine, Reid menjelaskan bahwa
penderita hiperseks seringkali merasa di luar kendali dan hanya
mengikuti dorongan seksual, tak peduli akibatnya. Mungkin orang-orang
ini sesaat mempertimbangkan konsekuensinya, tapi entah bagaimana,
kebutuhan seks dianggap lebih penting.
"Mereka mungkin lebih
memilih seks, bahkan dalam situasi di mana pilihan tersebut bisa
menyebabkan masalah nyata atau membahayakan, misalnya kehilangan
pekerjaan, mengganggu hubungan atau kesulitan keuangan," kata Reid
seperti dilansir Mid-Day, Jumat (8/3/2013).
Reid
mewawancarai lebih dari 200 orang yang dirujuk ke klinik kesehatan
mental, tanpa mengetahui alasan rujukannya. Di antara seluruh peserta,
sebanyak 150 orang dianggap memiliki masalah perilaku seksual, sisanya
memiliki masalah penyalahgunaan zat.
Sebanyak 134 pasien yang
dirujuk karena masalah seksual didiagnosis mengalami gangguan
hiperseksual. Pasien juga diminta melaporkan perilaku yang paling
bermasalah, termasuk masturbasi, pornografi, seks, cybersex, seks
telepon dan mengunjungi klub penari telanjang.
"Mayoritas pasien
yang didiagnosis hiperseksual mengaku yang paling bermasalah adalah
masturbasi dan pornografi. Beberapa pasien bahkan melaporkan kehilangan
pekerjaan karena tidak bisa menahan diri untuk tidak melakukan perilaku
ini di tempat kerja," kata Reid.
Hiperseks didefiniskan sebagai
fantasi, dorongan dan perilaku seksual yang berulang dan intens serta
berlangsung minimal selama 6 bulan. Gangguan tersebut mengganggu aspek
kehidupan pasien seperti pekerjaan atau kehidupan sosial dan bukan
disebabkan oleh obat-obatan ataupun alkohol.
Sumber : Detik Health
0 Komentar